Profil Desa Pakelen

Ketahui informasi secara rinci Desa Pakelen mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Pakelen

Tentang Kami

Desa Pakelen di Kecamatan Madukara, Banjarnegara, merupakan pusat penghasil salak pondoh dengan potensi agraris yang besar. Menghadapi tantangan stabilitas harga dan hilirisasi, desa ini berupaya mengembangkan UMKM lokal untuk meningkatkan nilai ekonomi.

  • Sentra Salak Pondoh

    Mayoritas mutlak (90%) penduduk Desa Pakelen berprofesi sebagai petani salak pondoh, menjadikan komoditas ini sebagai tulang punggung utama dan identitas ekonomi desa.

  • Tantangan Hilirisasi

    Desa ini menghadapi kendala serius dalam pengolahan pascapanen dan pemasaran, yang mengakibatkan ketergantungan pada tengkulak dan volatilitas harga ekstrem, terutama saat panen raya.

  • Upaya Pengembangan UMKM

    Pemerintah desa, didukung oleh pemerintah kabupaten, secara aktif mendorong tumbuhnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengolah salak menjadi produk bernilai tambah seperti manisan dan dodol sebagai solusi jangka panjang.

Pasang Disini

Di tengah perbukitan sejuk Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, terhampar sebuah wilayah yang denyut kehidupannya menyatu dengan aroma manis dari kebun-kebun salak. Inilah Desa Pakelen, sebuah desa di Kecamatan Madukara yang telah lama dikenal sebagai salah satu lumbung utama salak pondoh, komoditas yang menjadi ikon agraris bagi kawasan ini. Dengan bentang alam subur dan masyarakat yang gigih, Pakelen memegang potensi besar dalam sektor pertanian.

Namun di balik citranya sebagai surga salak, desa ini menyimpan sejumlah tantangan struktural yang kompleks, mulai dari fluktuasi harga yang tajam, keterbatasan dalam pengolahan produk turunan atau hilirisasi, hingga kebutuhan mendesak akan modernisasi. Profil ini akan mengupas secara mendalam kondisi Desa Pakelen, dari potensi geografis dan ekonomi, dinamika sosial masyarakat, hingga upaya pemerintah desa dalam menavigasi tantangan menuju kesejahteraan yang berkelanjutan. Desa ini menjadi cerminan dari perjuangan banyak desa agraris di Indonesia: kaya akan sumber daya alam, tetapi berada di persimpangan jalan antara tradisi dan tuntutan ekonomi modern.

Potret Geografis dan Demografi

Secara administratif, Desa Pakelen ialah bagian dari Kecamatan Madukara, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat Kecamatan Madukara dan 13 kilometer dari ibu kota Kabupaten Banjarnegara, menjadikannya cukup strategis dalam aksesibilitas ke pusat ekonomi dan pemerintahan. Desa ini terletak pada koordinat geografis 7°19`30” hingga 7°20`30” Lintang Selatan dan 100°43`30” Bujur Timur.

Luas wilayah Desa Pakelen mencapai 363,729 hektare (3,63 km²). Wilayahnya didominasi oleh topografi perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian rata-rata sekitar 674 meter di atas permukaan laut, kondisi yang sangat ideal untuk budidaya tanaman salak. Dari total luas tersebut, pemanfaatan lahan terbesar diperuntukkan bagi sektor pertanian yang mencapai 198,91 hektare dan lahan hutan yang dikelola Perhutani seluas 154,319 hektare. Sementara itu, kawasan pemukiman warga hanya menempati sekitar 8,5 hektare, menunjukkan betapa masifnya ruang yang didedikasikan untuk kegiatan agraris.

Secara kewilayahan, Desa Pakelen berbatasan langsung dengan beberapa desa lain. Di sebelah timur, desa ini berbatasan dengan Desa Talunamba (Kecamatan Madukara) dan Desa Kalilunjar (Kecamatan Banjarmangu). Di sebelah selatan, batasnya ialah Desa Kutayasa, sementara di sebelah barat berbatasan dengan Desa Pekauman dan di sebelah utara berbatasan dengan Desa Gununggiana, yang kesemuanya berada di Kecamatan Madukara.

Berdasarkan data pemerintah desa per tahun 2023, jumlah penduduk Desa Pakelen tercatat sebanyak 1.509 jiwa. Dengan luas wilayah 3,63 km², maka kepadatan penduduknya mencapai sekitar 415 jiwa per kilometer persegi. Struktur administrasi desa terbagi menjadi 3 dusun, yakni Dusun Gondang, Dusun Pakelen, dan Dusun Sela, yang selanjutnya terbagi lagi menjadi 3 Rukun Warga (RW) dan 7 Rukun Tetangga (RT).

Jantung Perekonomian dari Kebun Salak Pondoh

Perekonomian Desa Pakelen secara fundamental ditopang oleh sektor pertanian, dengan salak pondoh sebagai komoditas tunggal yang paling dominan. Data menunjukkan fakta yang luar biasa, di mana sekitar 90% penduduk desa menggantungkan hidupnya sebagai petani salak. Angka ini menegaskan bahwa salak bukan hanya sekadar tanaman, melainkan telah menjadi identitas, budaya, dan urat nadi ekonomi bagi masyarakat Pakelen. Para petani di sini bukanlah pemain baru; banyak di antara mereka yang telah menggeluti budidaya salak selama 10 hingga 20 tahun, mewarisi ilmu dan lahan secara turun-temurun.

Kondisi agroklimat yang mendukung memungkinkan kebun-kebun salak di Pakelen menghasilkan panen yang melimpah sepanjang tahun. Meskipun tidak ada data produksi pasti per tahunnya, status Kecamatan Madukara sebagai salah satu sentra salak di Banjarnegara mengindikasikan bahwa kontribusi dari Desa Pakelen sangatlah signifikan. Setiap pekarangan rumah, lereng bukit, dan bidang tanah yang subur dimanfaatkan secara optimal untuk menanam rumpun-rumpun salak.

Aktivitas ekonomi di desa ini berputar mengikuti siklus panen salak. Saat masa panen tiba, desa menjadi lebih hidup dengan kegiatan para petani yang memetik buah, menyortirnya, dan mempersiapkannya untuk dijual. Pendapatan dari hasil penjualan salak inilah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya pendidikan anak, hingga membiayai kegiatan sosial dan keagamaan di desa. Ketergantungan yang sangat tinggi pada satu komoditas ini, bagaimanapun, menciptakan sebuah sistem ekonomi yang rentan terhadap guncangan eksternal.

Tantangan Pemasaran dan Stabilitas Harga

Di balik potensi produksi yang melimpah, petani di Desa Pakelen menghadapi permasalahan klasik yang kronis: pemasaran dan stabilitas harga. Hingga saat ini, model penjualan yang paling umum ialah menjual buah salak segar secara langsung kepada para pengepul atau tengkulak yang datang ke desa. Sistem ini memang memberikan kemudahan karena petani tidak perlu repot mencari pasar, tetapi di sisi lain, posisi tawar mereka menjadi sangat lemah. Harga sepenuhnya dikendalikan oleh mekanisme pasar yang ditentukan oleh para pengepul, yang sering kali menekan harga beli di tingkat petani.

Kondisi ini diperparah oleh ketiadaan inovasi dalam pengolahan pascapanen. Ketika panen raya tiba, jumlah salak yang membanjiri pasar membuat harga anjlok secara drastis. Sebagai contoh, pada periode tertentu di awal tahun 2024, harga salak di tingkat petani pernah jatuh hingga ke level terendah, yakni Rp1.000 per kilogram. Harga ini bahkan tidak cukup untuk menutupi biaya perawatan dan ongkos panen. Puncaknya, sebuah peristiwa yang menyita perhatian publik terjadi ketika petani, frustrasi karena harga yang terlalu rendah dan permintaan pasar yang lesu, terpaksa membuang hingga belasan ton salak ke sungai.

Kejadian ini merupakan simptom dari masalah yang lebih dalam. Kurangnya informasi dan jaringan pasar membuat petani tidak memiliki alternatif selain menjual kepada pengepul. Mereka juga kesulitan bersaing ketika pasar dibanjiri oleh buah-buahan musiman lainnya seperti duku, manggis, dan rambutan. Tanpa adanya industri hilirisasi yang mampu menyerap kelebihan produksi untuk diolah menjadi produk bernilai tambah, petani Pakelen akan terus terperangkap dalam siklus ketidakpastian harga yang merugikan.

Upaya Hilirisasi dan Pemberdayaan UMKM

Menyadari kerentanan ekonomi akibat ketergantungan pada penjualan buah segar, Pemerintah Desa Pakelen, yang dipimpin oleh Kepala Desa Kusnan, mulai mengarahkan fokus pada pengembangan industri hilirisasi dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Upaya ini dipandang sebagai jalan keluar strategis untuk meningkatkan nilai jual salak, menciptakan lapangan kerja baru, dan membangun ketahanan ekonomi desa.

Berbagai program pelatihan telah diselenggarakan oleh pemerintah desa, sering kali bekerja sama dengan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau instansi terkait. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan keterampilan kepada masyarakat, terutama kaum ibu, dalam mengolah salak menjadi berbagai produk turunan yang memiliki daya simpan lebih lama dan harga jual lebih tinggi. Beberapa produk yang mulai dikembangkan di antaranya manisan salak, dodol salak, keripik salak, hingga egg roll berbahan dasar salak.

Upaya ini mulai menunjukkan hasil dengan munculnya beberapa rintisan UMKM lokal yang berani berinovasi. Di antara yang menonjol ialah "Manisan Salak by Pg Family" dan "Win Craft" yang memproduksi kerajinan tangan. Kehadiran UMKM ini, meskipun skalanya masih kecil, menjadi bukti bahwa potensi untuk diversifikasi produk itu ada. Dukungan pun datang dari berbagai pihak. Dalam sebuah kunjungan kerja Pejabat (Pj) Bupati Banjarnegara, Kepala Desa Kusnan secara langsung menyampaikan aspirasi dan permintaan dukungan untuk penguatan UMKM, terutama dalam hal permodalan, pengemasan produk, dan akses pemasaran yang lebih luas.

Namun, jalan pemberdayaan ini tidaklah mulus. Tantangan terbesar justru datang dari internal masyarakat. Tingkat partisipasi dalam program pelatihan masih tergolong rendah. Sebagian masyarakat cenderung merasa puas dengan kondisi saat ini dan belum sepenuhnya terbuka terhadap perubahan dan inovasi. Hambatan lainnya meliputi tingkat literasi teknologi yang masih rendah, keterbatasan pendanaan, serta komunikasi yang belum efektif antara masyarakat dengan dinas-dinas terkait di tingkat kabupaten.

Pembangunan Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia

Pembangunan sebuah desa tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan infrastruktur yang memadai dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Dalam hal ini, Desa Pakelen masih menghadapi sejumlah pekerjaan rumah. Infrastruktur dasar seperti jalan menjadi salah satu prioritas. Meskipun akses utama menuju desa sudah cukup baik, beberapa jalan antardusun atau jalan usaha tani masih memerlukan perbaikan dan peningkatan kualitas untuk memperlancar transportasi hasil panen. Selain itu, permintaan akan penambahan lampu penerangan jalan juga sering disuarakan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan warga.

Namun, tantangan yang lebih fundamental terletak pada aspek sumber daya manusia. Data dari pemerintah desa menunjukkan tingkat pendidikan masyarakat yang masih perlu ditingkatkan. Sekitar 40% penduduk hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SLTP/sederajat, dan hanya 0,5% yang merupakan lulusan sarjana. Rendahnya tingkat pendidikan ini secara langsung berpengaruh pada kapasitas masyarakat untuk menyerap teknologi baru, melakukan inovasi, dan mengadopsi praktik-praktik pertanian modern yang lebih efisien dan berkelanjutan.

Hal ini menjadi lingkaran persoalan yang saling terkait: ketergantungan pada pertanian subsisten membuat urgensi pendidikan tinggi terasa kurang, sementara kurangnya pendidikan menghambat kemampuan untuk keluar dari jebakan pertanian subsisten. Oleh karena itu, investasi di bidang pendidikan, baik formal maupun non-formal seperti pelatihan kejuruan, menjadi kunci untuk membuka potensi penuh masyarakat Desa Pakelen di masa depan.

Kehidupan Sosial dan Budaya

Masyarakat Desa Pakelen hidup dalam tatanan sosial yang komunal dan agraris. Ikatan kekerabatan dan gotong royong masih sangat kental terasa dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi dan nilai-nilai budaya Jawa masih dipegang teguh, tercermin dalam berbagai upacara adat dan kegiatan kemasyarakatan. Tokoh masyarakat dan sesepuh desa memegang peranan penting sebagai panutan dan penjaga norma sosial.

Sistem pengendalian sosial di desa masih banyak dipengaruhi oleh pandangan kolektif ini. Sebagai contoh, beberapa tradisi seperti perjodohan yang diatur oleh orang tua, meskipun mulai berkurang, masih dapat ditemui di beberapa keluarga. Ini menunjukkan adanya perpaduan antara nilai-nilai tradisional dan pengaruh modernitas yang masuk secara perlahan.

Kegiatan keagamaan juga menjadi pusat interaksi sosial, dengan masjid dan musala sebagai tempat berkumpul tidak hanya untuk beribadah tetapi juga untuk musyawarah dan kegiatan sosial lainnya. Keseharian masyarakat yang bekerja di sektor yang sama, yakni pertanian salak, menciptakan rasa solidaritas dan nasib sepenanggungan yang kuat, terutama ketika menghadapi tantangan bersama seperti anjloknya harga panen.

Masa Depan Pakelen di Persimpangan Jalan

Desa Pakelen merupakan sebuah potret yang jelas mengenai dualisme desa agraris di era modern. Di satu sisi, ia diberkahi dengan kekayaan alam yang melimpah, tanah yang subur, dan komoditas unggulan yang memiliki reputasi kuat. Salak pondoh ialah anugerah sekaligus identitas yang tak terpisahkan dari desa ini. Di sisi lain, Pakelen bergulat dengan tantangan ekonomi yang nyata—ketergantungan pada pasar yang tidak stabil, minimnya nilai tambah produk, dan sumber daya manusia yang masih perlu banyak peningkatan.

Masa depan Desa Pakelen berada di sebuah persimpangan. Melanjutkan jalur tradisional dengan hanya menjual buah segar akan terus menempatkan petani pada posisi yang rentan. Jalan lainnya, yang lebih menantang tetapi menjanjikan, ialah jalur inovasi dan hilirisasi. Upaya yang telah dirintis oleh pemerintah desa dan segelintir pelaku UMKM harus didukung secara masif, baik oleh pemerintah kabupaten maupun oleh kesadaran kolektif masyarakat itu sendiri.

Transformasi dari sekadar penghasil bahan mentah menjadi produsen produk olahan yang berdaya saing adalah sebuah keniscayaan jika Desa Pakelen ingin mencapai kemandirian dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Dengan sinergi antara peningkatan infrastruktur, penguatan modal manusia, dan keberanian untuk berinovasi, denyut nadi salak pondoh di Pakelen tidak hanya akan bertahan, tetapi akan berdetak semakin kencang di masa yang akan datang.